PENYULUH KEHUTANAN

Dengan misi Hutan lestari dan Masyarakat sejahtera dengan pemberdayaan Kelompok Tani hutan

Kamis, 04 April 2024

 

SOSIALISASI PERSIAPAN DAN PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI DESA DAYAKAN KECAMATAN BADEGAN, KABUPATEN PONOROGO

 


Kegiatan Sosialisasi Persiapan dan Pengembangan Perhutanan Sosial di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo dilaksanakan secara tatap muka langsung pada hari Kamis, 7 maret 2024.di Kantor Desa Dayakan Kec. Badegan, Kab. Ponorogo.

Maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah memberikan pemahaman kepada pemerintah desa serta calon penerima manfaat Perhutanan Sosial (PS) di area KHDPK, mulai dari kebijakan umum, skema, persyaratan, hak, kewajiban, larangan serta kegiatan di areal perhutanan sosial sehingga diharapkan memiliki pemahaman yang komprehensif terkait perhutanan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.

Peserta merupakan pengurus dan perwakilan anggota LMDH yang secara eksisting merupakan penggarap/ pesanggem di wilayah RPH Badegan, BKPH Ponorogo Barat, KPH Lawu Ds secara administratif masuk dalam wilayah Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo.

 

Beberapa hasil kegiatan sosialisasi ini, yaitu :

Kepala Desa Dayakan menekankan bahwa berdasarkan kesepakatan dengan calon penerima manfaat KHDPK PS bahwa akan memilih skema Hutan Desa (HD) dalam pengajuan permohonan Perhutanan Sosial (PS) di KHDPK khususnya di Desa Dayakan yang secara indikatif seluas 153Hektar.

Telah disampaikan materi terkait perhutanan sosial mulai dari dasar hukum, data indikatif PS di KDHPK wilayah Kabupaten Ponorogo, skema PS di KHDPK, subjek dan objek PS di KHDPK, persyaratan permohonan PS di KHDPK, hak, kewajiban dan larangan, kegiatan pengelolaan PS sampai ketentuan pemanfaatan aset dan menurut tanggapan peserta sosialisasi menjadi lebih paham terkait PS di KHDPK. Beberapa penekanan terkait Perhutanan Sosial di KHDPK, antara lain :

 

Persetujuan pengelolaan PS diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang serta bukan merupakan hak kepemilikan atas tanah pada Kawasan Hutan, sehingga hanya hak untuk mengelola, bukan hak milik, tetap sebagai kawasan hutan serta tidak merubah  fungsi dan statusnya,

a)     Permohonan persetujuan PS di KHDPK harus clean and clear antara subjek (pelaku/lembaga) dan objek (lokasi) nya, sehingga dapat meminimalisir potensi konflik,

b)     Perlunya dibangun komitmen bersama di awal terkait pemenuhan kewajiban serta kepatuhan terhadap larangan sebelum memperoleh persetujuan PS di KHDPK. Tidak sedikit kelompok yang lebih memperhatikan hak nya saja tanpa mengetahui kewajiban dan larangan di awal, sehingga mengalami kendala setelah memperoleh persetujuan.

c)     Mengingat area pengelolaan PS di KHDPK merupakan kawasan hutan dan hanya berpindah hak pengelolaan saja (yang semula Perum Perhutani) sehingga tetap berpedoman pada prinsip pengelolaan hutan lestari dari aspek ekologis, ekonomis dan sosial dengan asas lestari dan manfaat.

d)     Kewenangan secara de jure kelompok dalam pengelolaan hutan dengan skema HD/ HKm/ HTR adalah sejak adanya persetujuan PS di KHDPK yang dikeluarkan oleh Menteri LHK. Selama belum ada persetujuan PS (walaupun lokasi termasuk dalam indikatif PS di KHDPK) tetap harus menghormati pemegang hal pengelolaan kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Jawa Timur yaitu Perum Perhutani.

e)     Ketentuan terkait aset Perum Perhutani :

1.       Berada pada KHDPK yang belum mendapat persetujuan PS, menjadi tanggung jawab Perum Perhutandi dan KLHK.

2.       Aset tetap berupa tanaman masak tebang dimanfaatkan Perum Perhutani sampai dengan akhir masa daur, dan

3.       Aset berupa tanaman belum masak tebang dilakukan Kerjasama sesuai ketentuan Perum Perhutani setelah mendapat persetujuan Menteri.

f)      Beberapa hal penting terkaitPS di KHDPK, yaitu :

1.       Persetujuan PS adalah hak untuk mengelola, bukan merupakan hak milik atas tanah.

2.       Hak mengelola PS setelah persetujuan PS dimiliki dan selama belum memiliki persetujuan, hak pengelolaan ada di KLHK dan Perhutani.

3.       Persetujuan PS tidak mengubah status dan fungsi sesuai asalnya sebagai kawasan hutan.

4.       Pengelolaan PS tetap harus memperhatikan asas manfaat dan lestari mengacu pada aspek ekologis, ekonomis dan sosial.

5.       Mengingat tetap sebagai kawasan hutan, apabila ada pelanggaran akan berpotensi dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku.

6.       Pemegang hak kelola PS tidak dapat memiliki hak kelola dobel, baik di areal PS maupun areal kelola Perum Perhutani.

7.       Persetujuan PS termasuk sebagai izin usaha, tidak termasuk izin membuka kawasan hutan dan memasukkan alat berat.

8.       Pemegang hak kelola PS wajib membayar PSDH dan disetorkan ke kas negara atas semua realisasi produksi hasil hutan (baik kayu, bukan kayu maupun jasa lingkungan) sesuai hak kelolanya.

Karena kawasan hutan adalah milik Pemerintah, apabila diperlukan Pemerintah dapat mengambil alih kembali hak kelola atas tanah tersebut