SOSIALISASI PERSIAPAN
DAN PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI DESA DAYAKAN KECAMATAN BADEGAN,
KABUPATEN PONOROGO
Kegiatan Sosialisasi Persiapan
dan Pengembangan Perhutanan Sosial di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan,
Kabupaten Ponorogo dilaksanakan secara tatap muka langsung pada hari Kamis, 7
maret 2024.di Kantor Desa Dayakan Kec. Badegan, Kab. Ponorogo.
Maksud dan tujuan pelaksanaan
kegiatan ini adalah memberikan pemahaman kepada pemerintah desa serta calon
penerima manfaat Perhutanan Sosial (PS) di area KHDPK, mulai dari kebijakan
umum, skema, persyaratan, hak, kewajiban, larangan serta kegiatan di areal
perhutanan sosial sehingga diharapkan memiliki pemahaman yang komprehensif
terkait perhutanan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.
Peserta merupakan pengurus dan
perwakilan anggota LMDH yang secara eksisting merupakan penggarap/ pesanggem di
wilayah RPH Badegan, BKPH Ponorogo Barat, KPH Lawu Ds secara administratif
masuk dalam wilayah Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo.
Beberapa hasil kegiatan
sosialisasi ini, yaitu :
Kepala Desa Dayakan menekankan
bahwa berdasarkan kesepakatan dengan calon penerima manfaat KHDPK PS bahwa akan
memilih skema Hutan Desa (HD) dalam pengajuan permohonan Perhutanan Sosial (PS)
di KHDPK khususnya di Desa Dayakan yang secara indikatif seluas 153Hektar.
Telah disampaikan materi terkait
perhutanan sosial mulai dari dasar hukum, data indikatif PS di KDHPK wilayah
Kabupaten Ponorogo, skema PS di KHDPK, subjek dan objek PS di KHDPK,
persyaratan permohonan PS di KHDPK, hak, kewajiban dan larangan, kegiatan pengelolaan
PS sampai ketentuan pemanfaatan aset dan menurut tanggapan peserta sosialisasi
menjadi lebih paham terkait PS di KHDPK. Beberapa penekanan terkait Perhutanan
Sosial di KHDPK, antara lain :
Persetujuan pengelolaan PS
diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang
serta bukan merupakan hak kepemilikan atas tanah pada Kawasan Hutan, sehingga
hanya hak untuk mengelola, bukan hak milik, tetap sebagai kawasan hutan serta
tidak merubah fungsi dan statusnya,
a) Permohonan persetujuan PS di KHDPK harus
clean and clear antara subjek (pelaku/lembaga) dan objek (lokasi) nya, sehingga
dapat meminimalisir potensi konflik,
b) Perlunya dibangun komitmen bersama di awal
terkait pemenuhan kewajiban serta kepatuhan terhadap larangan sebelum
memperoleh persetujuan PS di KHDPK. Tidak sedikit kelompok yang lebih
memperhatikan hak nya saja tanpa mengetahui kewajiban dan larangan di awal,
sehingga mengalami kendala setelah memperoleh persetujuan.
c) Mengingat area pengelolaan PS di KHDPK
merupakan kawasan hutan dan hanya berpindah hak pengelolaan saja (yang semula
Perum Perhutani) sehingga tetap berpedoman pada prinsip pengelolaan hutan
lestari dari aspek ekologis, ekonomis dan sosial dengan asas lestari dan
manfaat.
d) Kewenangan secara de jure kelompok dalam
pengelolaan hutan dengan skema HD/ HKm/ HTR adalah sejak adanya persetujuan PS
di KHDPK yang dikeluarkan oleh Menteri LHK. Selama belum ada persetujuan PS
(walaupun lokasi termasuk dalam indikatif PS di KHDPK) tetap harus menghormati
pemegang hal pengelolaan kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Jawa Timur
yaitu Perum Perhutani.
e) Ketentuan terkait aset Perum Perhutani :
1.
Berada pada KHDPK yang belum mendapat
persetujuan PS, menjadi tanggung jawab Perum Perhutandi dan KLHK.
2.
Aset tetap berupa tanaman masak tebang
dimanfaatkan Perum Perhutani sampai dengan akhir masa daur, dan
3.
Aset berupa tanaman belum masak tebang dilakukan
Kerjasama sesuai ketentuan Perum Perhutani setelah mendapat persetujuan
Menteri.
f) Beberapa hal penting terkaitPS di KHDPK,
yaitu :
1. Persetujuan
PS adalah hak untuk mengelola, bukan merupakan hak milik atas tanah.
2. Hak
mengelola PS setelah persetujuan PS dimiliki dan selama belum memiliki
persetujuan, hak pengelolaan ada di KLHK dan Perhutani.
3. Persetujuan
PS tidak mengubah status dan fungsi sesuai asalnya sebagai kawasan hutan.
4. Pengelolaan
PS tetap harus memperhatikan asas manfaat dan lestari mengacu pada aspek
ekologis, ekonomis dan sosial.
5. Mengingat
tetap sebagai kawasan hutan, apabila ada pelanggaran akan berpotensi dikenakan
sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Pemegang
hak kelola PS tidak dapat memiliki hak kelola dobel, baik di areal PS maupun
areal kelola Perum Perhutani.
7. Persetujuan
PS termasuk sebagai izin usaha, tidak termasuk izin membuka kawasan hutan dan
memasukkan alat berat.
8. Pemegang
hak kelola PS wajib membayar PSDH dan disetorkan ke kas negara atas semua
realisasi produksi hasil hutan (baik kayu, bukan kayu maupun jasa lingkungan)
sesuai hak kelolanya.
Karena kawasan hutan adalah milik Pemerintah, apabila
diperlukan Pemerintah dapat mengambil alih kembali hak kelola atas tanah tersebut